Pernahkah terpikir ada katak bertanduk? Namun faktanya ada. Katak endemik pulau Jawa ini merupakan jenis dari suku Megophyridae. Katak-tanduk jawa (Megophrys montana) memiliki tonjolan kulit di atas mocong dan kedua matanya yang menyerupai tanduk.
Kedua tanduk katak ini merupakan perpanjangan dermal pada bagian mata yang menyerupai tanduk. Tanduk palsu atau tonjolan yang merupakan perpanjangan dermal ini tidak hanya ada di atas kedua matanya, tetapi juga tampak di bagian hidung yang meruncing.
Morfologi Katak-tanduk jawa
Senada dengan namanya, katak ini memiliki tanduk aneh. Memanjang di setiap kelopak mata atas hingga mocong yang runcing.
Pupil mata katak ini berbentuk vertikal dengan iris berwarna cokelat tua. Terdapat lapisan kulit yang memisahkan kepada dari tubuh.
Umumnya bagian punggung katak ini memiliki kulit yang halus dengan satu atau dua pasang punggung memanjang dari belakang kepala sampai selangkangan. Tetapi bagian punggung terkadang mengandung beberapa tuberkel atau tonjolan.
Tubuh katak jantan panjangnya mencapai 92 mm. Sementara betina memiliki ukuran relatif lebih besar hingga mencapai 111 mm.
Keunikan Saat Berkamuflase
Saat berada di alam, Katak tanduk-jawa punya cara unik saat berkamuflase. Tubuh katak berwarna cokelat keabu-abuan hingga cokelat kemerahan. Terdapat bintik kehitaman di bawah mata dan sepasang bentol di belakang di antara kedua kakinya.
Saat berkamuflase Katak tanduk-jawa bersembunyi di balik serasah daun besar di hutan. Maka sering kali disebut katak serasah. Warnanya yang mirip dengan serasah daun ini membantu katak bertanduk ini berkamuflase.
Megophrys montana mengandalkan kamuflase untuk pertahanan. Mereka bergerak dengan lompatan pendek, karena kombinasi dari kepala dan tubuh yang besar. Selama musim kawin, Megophrys montana jantan membuat satu suara keras sebagai panggilan kawin. Terutama ketika ada bulan purnama.
Warna dan bentuk tubuhnya saat berkamuflase di antara serasah membuatnya sulit dikenali saat siang hari. Mereka ternyata lebih aktif di malam hari. Habitatnya di dataran menengah sampai tinggi dengan ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Katak ini pun bisa menyusuri permukaan tanah di hutan hingga ke pinggir sungai.
Persebaran katak ini mulai dari Pulau Jawa (Gunung Pangrango) dan kemungkinan Sumatra bagian barat, Indonesia). Bahkan ada catatan persebarannya dari Thailand Tenggara ke Sumatra, Natuna, dan Kalimantan.
Sebagai Indikator Lingkungan
Melansir berbagai sumber populasi katak-tanduk jawa sudah jarang ditemui. Padahal keberadaan katak ini menjadi indikator penting di lingkungan.
Masih adanya katak ini di alam menandakan ekosistem di sekitarnya terbilang bagus. Kehadiran herpetofauna sangat penting dalam rantai makanan karena dapat menjadi indikator alami bagi lingkungan.
Amfibi dapat menjadi indikator lingkungan sebagai pembasmi serangga. Sebab amfibi memakan serangga dalam jumlah yang banyak dalam satu malam.
Status Konservasi
Merujuk laman The International Union for Conservation of Nature (IUCN) Redlist status konservasi katak ini menunjukan risiko rendah. Tetapi katak ini tidak masuk daftar satwa yang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lindungi.
Selain itu, katak ini juga tidak masuk dalam daftar satwa yang Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) lindungi.
Penulis : Zenobia Anwar
Editor : Ari Rikin
sumber: https://amphibiansoftheworld.amnh.org/ http://ksdae.menlhk.go.id/