Habitat Terganggu, Buaya ke Permukiman Warga

Habitat Terganggu, Buaya ke Permukiman Warga

Jakarta (Animalium.id) – Peristiwa buaya masuk ke dalam permukiman warga kembali terjadi di Desa Kumpai Batu Bawah, Kabupaten Kotawaringin Barat. Buaya tersebut berhasil memasuki permukiman warga saat banjir merendam desa tersebut.

Warga yang resah akhirnya melaporkan penemuan tersebut ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Pangkalan Bun.

Mengutip dari Gardaanimalia.com, pihak BKSDA telah memasang perangkap untuk menangkap buaya tersebut dengan pancing dan penjerat. Staf BKSDA Wilayah Pangkalan Bun, Muda Yulivan mengatakan, lokasi kemunculan buaya berada di belakang rumah warga dekat dengan kandang ayam yang sedang terendam banjir, Rabu (28/9) waktu setempat.

Proses evakuasi buaya oleh BKSDA ini juga melibatkan warga setempat. Menurutnya, sudah beberapa hari belakangan ini warga bahu membahu berpatroli malam. Warga memantau pergerakan sang buaya sekaligus mengawasi satwa peliharaan mereka.

Warga yang berpatroli belum dapat memastikan ukuran tubuh buaya tersebut. Saat muncul ke permukaan dan tersorot lampu senter buaya langsung menjauh dan tak terlihat lagi.

Rusaknya Habitat Buaya

Mengutip dari laman BKSDA Kalimantan Barat (Kalbar), beberapa tahun terakhir ini konflik antara manusia dengan buaya kerap kali terjadi. Mereka memperkirakan pemicu keluarnya buaya dari habitat aslinya mengindikasikan habitatnya sudah mulai terancam atau rusak.

Hal ini membuat buaya memasuki area sekitar permukiman warga. Konflik yang kerap kali terjadi ini menimbulkan persepsi negatif terhadap satwa buaya. Akibatnya banyak buaya terbunuh oleh tangan manusia.

Selain itu, menurut BKSDA Kalbar, maraknya aktivitas warga yang menangkap ikan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan menyebabkan naiknya tingkat kewaspadaan buaya di alam.

Responnya yaitu apabila buaya merasa terganggu maka mereka akan menyerang manusia. Tentu hal ini juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konflik manusia dengan buaya.

Rambu di Daerah Rawan Konflik

Peneliti Herpetologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Amir Hamidy menyatakan, salah satu cara untuk mengurangi terjadinya konflik antara manusia dengan buaya ialah dengan memasang rambu-rambu waspada di titik rawan terjadinya konflik.

Beberapa negara seperti Australia, telah menerapkan hal itu. Hal ini tentu dapat meningkatkan kewaspadaan bagi warga yang memasuki area rawan konflik. Selain itu, mereka juga memasang perangkap di area tersebut untuk merelokasi buaya yang terperangkap ke tempat yang lebih jauh dari permukiman dan aktivitas manusia.

Data pemetaan dan survei populasi serta perilaku buaya di alam harus memperkuat hal itu. Dengan begitu pemangku kebijakan dan pihak terkait dapat menentukan langkah-langkah preventif yang tepat untuk melindungi warga serta tetap melestarikan buaya di habitatnya.

Indonesia sendiri memiliki empat jenis buaya, yaitu buaya muara (Crocodylus porosus), buaya siam (Crocodylus siamensis), buaya irian (Crocodylus novaeguineae), dan buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii).

Keempat jenis buaya tersebut telah Indonesia lindungi lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Penulis : Anisa Putri

Editor : Ari Rikin

Sumber : Berbagai sumber