Elang Jawa, Burung Eksotis Mirip Garuda Bernasib Kritis

Elang Jawa, Burung Eksotis Mirip Garuda Bernasib Kritis

Elang jawa (Nisaetus bartelsi) memang tergolong eksostis. Rupanya mirip Garuda. Karena itulah, perdagangan Elang jawa tinggi dan membuat burung bertulang belakang (vertebrata) ini berstatus terancam punah.

Saat menjabat, Presiden Soeharto menetapkan Elang jawa menjadi satwa nasional melalui Keputusan Presiden No 4 Tahun 1993 Tentang Flora Fauna Nasional. Kala itu ia menetapkan “Elang Jawa sebagai Satwa Kebanggan Nasional” karena kemiripannya dengan burung Garuda.

Tahun 1820, Van Hasselt dan Kuhl sudah mengoleksi Elang jawa. Saat itu, burung ini mereka anggap Elang botok. Dua spesimen burung ini mereka dapat dari Gunung Salak dan akhirnya berhasil Museum Leiden, Belanda koleksi.

Kemudian pada tahun 1924, Prof. Stresemann memberi nama takson baru yang lebih spesifik, yaitu bartelsi. Lalu di akhir tahun 1953, D. Amadon memberi usulan peningkatan jenis menjadi Spizaetus bartelsi dan kini menjadi Nisaetus bartelsi.

Morfologi dan Sebaran Elang jawa

Secara umum, elang asli Indonesia ini mempunyai ukuran tubuh sedang dengan tinggi sekitar 70 cm dengan rentang sayap mencapai 100 cm. Bersayap dan berbulu.

Jika kita amati, pada bagian kepala terdapat jambul bulu berjumlah 2-4 helai dengan panjang sekitar 12 cm. Jambul Elang Jawa adalah bulu berwarna hitam dengan ujung berwarna putih. Keunikan ini menjadi ciri khas unik sehingga kerap dapat julukan Elang Kuncung. Secara umum warna bulu keseluruhan adalah cokelat, terutama pada bagian punggung dan sayap.

Elang adalah burung karnivora, yaitu pemakan daging. Di alam liar, Elang jawa berburu reptil, ayam, mamalia kecil dan burung-burung lainnya. Kaki Elang Jawa memiliki cakar yang tajam dan paruh yang sangat kuat, organ ini berfungsi untuk mencabik daging mangsanya.

Sebaran burung ini berada di ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) sampai ujung timur (Semenanjung Blambangan Purwo) Pulau Jawa. Bahkan ada temuan terbaru, burung ini juga terdapat di Pulau Bali.

Tapi burung ini hanya terbatas di wilayah hutan primer dan daerah peralihan antara dataran rendah dan pegunungan. Dengan kata lain, kawasan lereng adalah lokasi spesial Elang jawa.

Sarang Elang Jawa berada di ketinggian 1.100 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kecenderungan topografinya curam, seperti lereng tebing atau gunung, dekat dengan sumber air atau sungai, serta berjarak sekitar 500 meter dengan wilayah terbuka.

Menariknya, Elang jawa akan meletakkan sarang burungnya di ketinggian 16 meter. Beberapa pohon menjadi pilihan meletakkan sarangnya tersebut seperti pohon saninten (Castanopsis argentea), pohon rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus sundaicus). Ada pula pohon tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii) dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus) dengan tinggi lebih dari 30 meter dan ditumbuhi banyak liana.

Ancaman dan Statusnya di Alam

Meski menyandang gelar satwa kebanggaan nasional, perlindungan dan statusnya di alam terancam. IUCN menyebut status Elang jawa endangered (EN). Status ini berarti spesies tersebut sangat mungkin punah di daerah asalnya dalam waktu dekat dan populasinya di perkiraanya kurang dari 2.500 individu dewasa.

Beberapa faktor ancaman terhadap Elang jawa antara lain rusaknya habitat, perburuan liar untuk perdagangan satwa. Apalagi perkembangbiakan Elang jawa cenderung lama. Burung ini monogami dan hanya bertelur satu butir tiap 2-3 tahun sekali.

Sementara itu dalam satu tahunnya, perdagangan Elang Jawa dapat mencapai 30-40 ekor. Bahkan pada tahun 2015, sebanyak 121 Elang Jawa oknum perdagangkan secara daring hanya dari lima grup jual beli. Tingginya perdagangannya ini karena eksostisme Elang Jawa sebagai burung Garuda.

Penulis : Ady Kristanto

Editor : Ari Rikin

Sumber :

https://birdsoftheworld.org/bow/species/javhae1/cur/introduction

https://en.wikipedia.org/wiki/Endangered_species_(IUCN_status)