Tahukah kalian maskot dari dunia fantasi merupakan primata berhidung mancung yang mendiami Pulau Kalimantan? Selain menjadi maskot Dunia fantasi, Bekantan menjadi maskot Provinsi Kalimantan Selatan, berdasarkan SK Gubernur Kalsel No 29 Tahun 1990.
Monyet Belanda ini tersebar di tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei. Ketiga negara ini memiliki hutan mangrove yang menjadi habitatnya.
Perilaku Sosial dan Reproduksi
Bekantan (Nasalis larvatus) termasuk primata yang aktif pada siang hari (diurnal). Beraktivitas dari pagi hingga sore hari. Monyet Belanda ini memilih beristirahat dan tidur di hutan yang berdekatan dengan aliran air.
Saat usia 7 tahun bekantan jantan memasuki usia produktifnya. Sementara betina masuk masa produktifnya mulai pada usia 4 tahun. Seperti manusia pada umumnya, Bekantan hanya bisa menghasilkan satu bayi dalam sekali reproduksi.
Induk mangalami masa kahamilan sekitar 166 hari setara dengan 5-6 bulan dan lahir pada malam hari dengan wajah bayi berwarna biru dan berbulu hitam.
Anak Bekantan akan hidup bersama induknya hingga usia 4 atau 5 tahun. Karena monyet ini hidup berkelompok, biasanya induk dan betina-betina lainnya akan merawat anakan. Mereka saling menyusui dan merawat anak-anaknya.
Monyet Belanda ini hidup berkelompok dengan 12-27 ekor. Tidak jarang juga yang memiliki anggota 60 sampai 80 individu jantan dan betina.
Secara sosial kelompok bekantan tidak memiliki banyak struktur atau tingkatan. Sistem sosial bekantan hanya memiliki dua tingkatan.
Satu kelompok yang anggotanya jantan semuanya terdiri dari anak, remaja dan jantan dewasa. Jantan remaja akan meninggalkan kelompok pada umur sekitar 18 bulan dan bergabung dengan kelompok yang semuanya berisikan jantan.
Morfologi dan Adaptasi
Bekantan memiliki warna rambut yang bervariasi mulai dari cokelat kemerahan pada bagian punggung dan putih keabu-abuan pada bagian perut dan anggota tubuhnya.
Bekantan jantan memiliki berat 22-24 kg dan betina sekitar 12 kg dengan panjang tubuh 75 cm. Sementara betina memiliki ukuran yang lebih kecil yaitu 60 cm.
Panjang hidungnya lebih dari 10 cm dan ukuran hidung jantan lebih besar dari betina. Hidung panjangnya bukan tidak memiliki fungsi. Hidungnya berfungsi untuk menarik perhatian lawan jenis.
Selain hidungnya yang mancung, monyet ini juga memiliki perut yang besar. Perut besarnya memiliki sistem pencernaan yang unik. Besar perutnya mendominasi berat badannya. Jangan heran jika bekantan terlihat seperti hamil permanen.
Monyet Belanda ini dapat menjadikan daun sebagai pakan utamanya. Sebab di dalam perutnya terdapat bakteri yang mencerna selulosa. Bakteri tersebut dapat membantu mencerna daun dan menetralkan racun dari daun tertentu yang mereka makan.
Ekornya yang panjang mendukung perilaku Bekantan yang lebih suka berdiam di atas pohon (arboreal). Ekornya memiliki panjang yang hampir setara dengan panjang tubuhnya yitu 55,9 hingga 76,2 cm.
Mereka memiliki banyak cara untuk berpindah dari dahan satu ke dahan yang lain, melompat, bergelantung ataupun berjalan dengan keempat alat geraknya.
Selain pandai melompat di atas pohon, Bekantan juga sangat mahir berenang karena telapak kaki dan tangannya memiliki selaput kulit seperti katak.
Selaput kulit pada tangan dan kakinya juga mendukung adaptasinya terhadap habitatnya di pinggiran rawa dekat hutan
Ancaman dan Perlindungan
Melansir laman the International Union for Conservation of Nature and Natural Recources (IUCN), Bekantan masuk dalam kategori terancam punah (endangered). Tren populasinya relatif menurun.
Bekantan juga masuk dalam kategori Appendix I the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna dan Flora (CITES) yang artinya tidak boleh diperdagangkan.
Pemerintah Indonesia juga melindunginya melalui Permen KLHK Nomor P 106 Tahun 2018.
Berbagai ancaman Bekantan dapat memicu laju kepunahan monyet ini lebih cepat. Populasi Monyet Belanda ini terus mengalami penurunan di seluruh daerah persebarannya.
Hal tersebut terus terjadi karena laju perburuan ilegal yang terus meningkat. Habitatnya semakin hari semakin rusak.
Penulis : A. Zenobia Anwar
Editor : Ari Rikin
Sumber: primata.ipb.ac.id, menlhk.go.id, indonesia.go.id, tnsebangau.com, repository.unas.ac.id