Ahli zoologi asal Australia Franz Steindachner tahun 1878 menemukan Biawak Kalimantan (Lanthanotus borneensis) di kebun sawit hutan Tembawang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Biawak Kalimantan dijuluki sebagai living fossil karena satwa lain seusianya rata-rata sudah punah.
Berbagai publikasi penelitian terkait observasi satwa ini melaporkan spesimen tunggal di penangkarannya hanya sedikit.
Morfologi dan Perilaku
Memiliki panjang tubuh 45 cm hingga 55 cm, Biawak Kalimantan juga sering kali disebut dengan biawak tanpa telinga. Alasannya biawak ini memang tidak memiliki telinga eksternal atau indera lain yang terlihat. Meski begitu satwa ini tetap bisa mendengar.
Secara kasat mata, awam melihat Biawak Kalimatan ini seperti buaya. Tetapi banyak juga yang menyebut biawak ini seperti naga di dunia dongeng.
Tubuhnya dipenuhi dengan gerigi seperti buaya, mulai dari bagian kepala hingga bagian ekornya yang panjang.
Biawak tanpa telinga ini berwarna cokelat tua dan memudar pada bagian perutnya. Memiliki lima jari dengan kuku yang tajam.
Ciri lainnya kelopak mata biawak ini terlihat transparan dan letaknya tidak seperti biawak atau kadal pada umumnya.
Satwa ini merupakan satwa semi akuatik karena kadang-kadang mendiami air dan juga daratan. Karenanya satwa ini nokturnal atau lebih aktif di malam hari, sehingga sukar ditemukan.
Kondisi ini menjadikannya satwa misterius, karena perilakunya belum teridentifikasi dan sulit teramati.
Ancaman dan Perlindungan
Permen KLHK No P.106 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi menyebutkan Biawak Kalimantan masuk ke dalam jenis yang dilindungi.
Sejalan dengan itu, The International Union for Conservation of Nature (IUCN) juga memasukan biawak tanpa telinga ini ke dalam daftar merah dalam kategori terancam punah (critically endangered).
Indonesia dan Malaysia telah melindungi biawak ini secara ketat selama beberapa dekade. Artinya tidak boleh menyimpan secara hidup ataupun mati satwa ini serta memperdagangkan satwa ini.
Sampai saat ini tidak ada satu pun negara yang menyetujui ekspor satwa ini. Beberapa tahun silam, biawak ini menyedot banyak perhatian para kolektor. Mereka rela mengeluarkan kocek ribuan dolar untuk seekor biawak.
Dengan maraknya perdagangan ilegal satwa tersebut, upaya-upaya penyadartahuan sangat penting. Masyarakat juga perlu sosialisasi agar mengerti peran penting satwa ini di alam.
Harapannya hal ini bisa melindungi keberadaan satwa liar lainnya di alam. Kemudian mencegah perdagangan ilegal dan penyelundupan internasional serta mendorong pelestarian satwa liar.
Ekologi dan Persebaran
Meski begitu para ahli memperkirakan bahwa populasi Biawak Kalimantan ini hanya tersebar di Sarawak (Malaysia) dan Kalimantan Barat.
Walau sudah diketahui keberadaan persebarannya, penelitian dan pengetahuan terkait satwa ini masih minim.
Termasuk pula pola persebaran dan jumlah populasinya. Kondisi ini menyebabkan sulitnya menentukan persebarannya. Penemuan-penemuan yang sudah ada juga sulit terdokumentasikan.
Penulis : A. Zenobia Anwar
Editor : Ari Rikin