Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) merupakan jenis yang berbeda dengan saudaranya Orangutan Sumatera (Pongo abelii), meski sama-sama dari Pulau Sumatra.
Fakta ini tertuang lewat karya ilmiah Natter dan kawan-kawan dari Departement of Anthropology, University of Zurich, Switzerland tahun 2017.
Morfologi dan Perilaku
Indonesia memiliki tiga spesies orangutan yang tersebar di dua pulau. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Kalimantan. Kemudian Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) tersebar di Batang Toru. Keduanya di Sumatra Utara.
Meski berasal dari pulau yang sama, keduanya memiliki perbedaan fisik. Tengkorak dan tulang rahang Orangutan Tapanuli lebih halus daripada Orangutan Sumatera dan Orangutan Kalimantan.
Selain itu Orangutan Tapanuli jantan memiliki kumis dan jenggot yang menonjol. Bantalan pipi berbentuk datar penuh rambut halus berwarna pirang. Rambut pada bagiannya badannya pun lebih tebal dan keriting.
Warna rambut Orangutan Tapanuli berwarna kayu manis. Berbeda dengan warna Orangutan Kalimantan yang cokelat gelap dan Orangutan Sumatera yang berwarna cokelat kemerahan.
Tumbuhan menjadi pakan Orangutan Tapanuli. Namun jenis tumbuhan yang mereka makan belum pernah tercatat sebagai jenis pakan. Misalnya saja biji Aturmangan (Casuarinaceae), buah Sampinur Tali/Bunga (Podocarpaceae) dan Agatis (Araucariaceae).
Populasi Terus Menyusut
Saat ini populasi Orangutan Tapanuli kurang dari 800 individu. Kondisi ini membuatnya masuk kategori hampir punah. Habitat mereka pun semakin berkurang.
Habitatnya tersisa tidak lebih dari 10 kilometer persegi. Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga air di masa mendatang dikhawatirkan menyentuh 15 % habitat Orangutan Tapanuli. Meski wilayah tersebut berstatus hutan tak dilindungi namun populasi mereka padat di situ.
International Unior for Conservation of Nature (IUCN) menyebutkan 75 tahun terakhir populasi Orangutan Tapanuli mengalami penyusutan sebanyak 80 %. Mereka pun masuk dalam kategori kritis (criticaly endangered).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Orangutan Tapanuli bersama saudaranya yaitu Orangutan Kalimantan dan Orangutan Sumatera masuk dalam daftar satwa dilindungi.
Begitu juga menurut Convention on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES). Orangutan Tapanuli juga termasuk dalam Appendix I yang berarti tidak boleh diperdagangkan dalam keadaan hidup ataupun mati.
Ancaman dan Tantangan
Ancaman Orangutan Tapanuli merupakan indikasi keterancaman habitat dan ekosistemnya. Apalagi banyak masyarakat yang turut hidup di dalamnya. Tingginya kejadian konflik antar manusia dan orangutan menyebabkan korban di kedua belah pihak. Bahkan sering berakhir dengan kematian orangutan.
Hilangnya habitat hutan menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pembukaan jalan, legal dan illegal logging, kebakaran hutan dan perburuan jadi penyebab menyusutnya populasi Orangutan Tapanuli.
Konversi dan fragmentasi habitat untuk pertanian dan ekspansi kelapa sawit menjadi ancaman utama orangutan.
Meskipun telah hukum Indonesia lindungi, perdagangan liar orangutan menjadi hewan peliharaan merupakan salah satu ancaman terbesar.
Saat ini beberapa lokasi di Sumatra Utara menjadi tempat konflik orangutan dan manusia. Adanya pembukaan hutan alam untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit mengganggu wilayah jelajah orangutan. Akibatnya orangutan mendapat dampak buruknya.
Penulis : A. Zenobia Anwar
Editor : Ari Rikin
Sumber: