Meratapi Deforestasi terhadap Perubahan Warna Kupu-Kupu

Meratapi Deforestasi terhadap Perubahan Warna Kupu-Kupu

Kupu-kupu dikenal sebagai salah satu makhluk paling berwarna di bumi, dan warna pada sayapnya memainkan peran penting dalam strategi bertahan hidup, seperti kamuflase, peringatan terhadap predator, hingga daya tarik untuk pasangan. Namun, harmoni warna yang menjadi bagian dari strategi evolusioner ini kini terancam oleh perubahan lingkungan yang disebabkan manusia. Penelitian oleh Ricardo Spaniol dan tim (2020) menyoroti bagaimana deforestasi dan fragmentasi hutan di Amazon dapat mengubah pola warna pada kupu-kupu pemakan buah (fruit-feeding butterflies).

Analisis Lengkap pada Enam Puluh Jenis Kupu – Kupu 

Penelitian dilaksanakan di kawasan Biological Dynamics of Forest Fragments Project (BDFFP), sekitar 90 km di utara Manaus, Brasil, di wilayah yang telah lama menjadi laboratorium alam untuk mempelajari dampak fragmentasi hutan Amazon. Area penelitian mencakup tiga lokasi yang masing-masing terdiri atas hutan primer berkesinambungan, area hutan sekunder dan area suksesi awal. Lanskap ini memungkinkan peneliti mengamati perubahan warna kupu-kupu, dari hutan murni yang masih utuh hingga lahan yang baru pulih dari kerusakan.

Data dikumpulkan melalui dua ekspedisi lapangan pada tahun 2015 dan 2016. Kupu-kupu ditangkap menggunakan perangkap umpan pisang fermentasi yang dipasang pada berbagai titik di setiap tipe habitat, serta melalui penangkapan aktif menggunakan jaring entomologi. Sebanyak 220 individu dari 60 spesies kupu-kupu dikoleksi dan difoto di bawah cahaya alami. Setiap foto dianalisis untuk mengukur parameter warna, seperti hue (jenis warna), saturation (intensitas), brightness (kecerahan), dan wing-colour diversity (keragaman warna pada satu individu).

Hipotesis utama penelitian ini adalah bahwa tingkat gangguan hutan berpengaruh langsung terhadap variasi warna dan strategi pertahanan kupu-kupu. Di area yang lebih terbuka akibat deforestasi, spesies berwarna cerah akan berkurang karena meningkatnya risiko predasi, sementara spesies berwarna kusam atau cokelat akan mendominasi karena kamuflase lebih efektif di lingkungan homogen tersebut.

Adanya Perubahan yang Signifikan

Penelitian ini menunjukkan bahwa kupu-kupu yang hidup di hutan primer dan sekunder memiliki warna yang lebih variatif dan beragam, sedangkan individu dari habitat suksesi awal dan fragmen kecil menunjukkan penurunan intensitas warna dan kecerahan yang lebih tinggi. Secara morfologis, kupu-kupu dari habitat terganggu cenderung memiliki sayap lebih pucat dengan saturasi rendah, sementara kupu-kupu dari hutan menampilkan warna merah, cokelat, dan biru lebih gelap dengan tingkat kontras antar-pola sayap yang tinggi.

Perubahan ini menunjukkan adanya penyederhanaan tampilan di habitat terganggu, oleh dominasi warna kusam yang berfungsi sebagai kamuflase. Spesies dengan sayap bening (transparent butterflies) hanya ditemukan di hutan primer yang masih terjaga, sementara pola eyespot (bintik mirip mata burung hantu) lebih sering muncul di area yang mengalami regenerasi menengah. Ini menandakan bahwa seiring waktu, suksesi alami dapat membantu memulihkan sebagian keanekaragaman visual yang hilang akibat deforestasi.

Dari segi perubahan morfologi sebelum dan sesudah gangguan habitat, kupu-kupu yang semula berwarna cerah dengan pola kontras tinggi di hutan primer mengalami perubahan menjadi individu dengan sayap lebih terang namun kurang saturasi warna di habitat terbuka. Fenomena ini mencerminkan adaptasi terhadap peningkatan cahaya dan suhu yang lebih tinggi di area deforestasi, serta tekanan seleksi yang menekan keberadaan tampilan mencolok. Dengan kata lain, Amazon sedang kehilangan kilau warnanya, di mana kupu-kupu paling berwarna justru menjadi yang pertama lenyap akibat hilangnya naungan vegetasi dan meningkatnya eksposur terhadap predator.

Melalui penelitian ini, Spaniol dan koleganya menegaskan bahwa proses “pemudaran warna” kupu-kupu Amazon adalah refleksi dari hilangnya kompleksitas ekologis akibat campur tangan manusia. Keberadaan warna bukan sekadar estetika, melainkan hasil evolusi panjang yang berperan dalam keberlanjutan spesies. Ketika warna memudar, yang hilang bukan hanya keindahan visual, tetapi juga keseimbangan ekologis dan fungsi penting dalam jejaring kehidupan hutan tropis. Upaya konservasi yang mempertahankan hutan primer sekaligus mempercepat pemulihan hutan sekunder menjadi langkah mendesak untuk mencegah hilangnya warna dari salah satu kawasan paling beragam di dunia.

Sumber artikel dan foto : Spaniol, R. L., Mendonça, M. de S., Hartz, S. M., Iserhard, C. A., & Stevens, M. (2020). Discolouring the Amazon Rainforest: How deforestation is affecting butterfly coloration. Biodiversity and Conservation, 29(10), 2761–2787. https://doi.org/10.1007/s10531-020-01999-3 

Ditulis oleh: Hania C.