Harapan dari Papua: Penemuan Kembali Landak Moncong Panjang Attenborough

Harapan dari Papua: Penemuan Kembali Landak Moncong Panjang Attenborough

Setelah lebih dari enam dekade menghilang dari catatan ilmiah, Zaglossus attenboroughi, atau landak moncong panjang Attenborough, akhirnya berhasil ditemukan kembali di alam liar. Spesies ini adalah salah satu dari hanya lima mamalia bertelur yang masih ada di dunia dan tergolong sebagai bagian dari kelompok monotremata.

Sejak terakhir kali tercatat pada tahun 1961, hewan ini dianggap sebagai salah satu “spesies yang hilang” dan keberadaannya menimbulkan banyak tanda tanya di kalangan ilmuwan dan konservasionis. Penemuan ini tidak hanya menandai momen penting dalam sejarah zoologi, tetapi juga menegaskan peran krusial pengetahuan lokal dalam pelestarian keanekaragaman hayati.

Ditemukan di Pegunungan Papua

Lokasi penemuan kembali spesies ini adalah Pegunungan Cyclops di Papua, Indonesia, yang sejak dulu memang dikenal sebagai satu-satunya lokasi pasti tempat spesimen holotipe Z. attenboroughi dikumpulkan. Dalam konteks geografis dan ekologis, Pegunungan Cyclops memiliki vegetasi hutan hujan tropis yang lembab dan dataran tinggi yang cocok dengan habitat alami echidna tersebut.

Untuk membuktikan keberadaan spesies ini, para peneliti menggabungkan pengetahuan tradisional dari masyarakat adat setempat dengan teknologi modern berupa kamera jebak. Pada survei tahun 2022, para peneliti memasang sebelas kamera di berbagai lokasi berdasarkan hasil pemetaan partisipatif dan pelaporan masyarakat lokal, namun tidak ditemukan bukti visual.

Tahun berikutnya, penelitian diperluas dengan memasang tujuh puluh tiga kamera tambahan di daerah dengan ketinggian antara 143 hingga 1963 meter di atas permukaan laut. Kamera-kamera ini dipasang di sepanjang jalur hewan, punggung bukit, dan tempat yang menunjukkan tanda-tanda aktivitas echidna, seperti lubang pencarian makan atau “nose-pokes“.

Kesesuaian Morfologi pada Rekaman dan Catatan Data

Hasil dari survei 2023 sangat menggembirakan. Sebanyak 110 foto dan 15 video berhasil merekam keberadaan echidna dengan karakteristik yang sesuai dengan Z. attenboroughi. Foto-foto tersebut menunjukkan individu dengan lima cakar pada kaki depan, sebuah ciri khas morfologis yang membedakan spesies ini dari Z. bruijnii, kerabat terdekatnya yang hanya memiliki tiga hingga empat cakar pada kaki depan.

Selain itu, ukuran tubuh individu yang tertangkap kamera tampak lebih kecil dibandingkan dengan Z. bartoni, yang merupakan spesies echidna lain yang lebih umum ditemukan di pegunungan New Guinea lainnya. Warna rambut yang lebih lebat dan gerakan khas seperti perilaku kawin juga memperkuat identifikasi bahwa hewan yang terekam adalah Z. attenboroughi. Kehadiran lebih dari satu individu serta adanya interaksi sosial seperti kegiatan kawin menunjukkan bahwa spesies ini tidak hanya bertahan hidup, tetapi juga masih bereproduksi.

Sebagai tambahan penting, penelitian ini juga mengungkapkan temuan subfosil berupa tulang-tulang kecil. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa jangkauan historis spesies ini pernah lebih luas dibandingkan saat ini.

Peran Besar Masyarakat Adat dalam Identifikasi dan Konservasi

Keberhasilan penelitian ini sangat dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat adat dari desa Yongsu Sapari dan Yongsu Dosoyo. Dalam bahasa Terpera yang digunakan oleh komunitas tersebut, landak ini dikenal sebagai “Payangko”. Informasi dari masyarakat lokal mengenai kebiasaan makan, tempat tinggal, dan jejak-jejak khas echidna menjadi landasan penting dalam menentukan lokasi kamera jebak. Lebih jauh lagi, tradisi konservasi lokal seperti larangan berburu dan larangan menebang yang sudah dijalankan secara turun-temurun telah membantu menjaga kelestarian habitat alami spesies ini. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan praktik tradisional bukanlah pelengkap dari upaya konservasi, melainkan landasan yang kokoh bagi keberhasilan pelestarian spesies.

Penemuan kembali Zaglossus attenboroughi menjadi sebuah titik terang dalam situasi krisis keanekaragaman hayati global. Meskipun masih terdapat banyak pertanyaan penting seperti: jumlah populasi, struktur genetis, serta ancaman utama yang dihadapi spesies ini, penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan interdisipliner dan partisipatif adalah kunci dalam upaya konservasi.

Dengan menggabungkan teknologi sains modern dan kebijaksanaan lokal, masa depan konservasi menjadi lebih inklusif dan penuh harapan. Z. attenboroughi telah ditemukan kembali, dan kini saatnya dunia menjaga keberadaannya agar tidak kembali hilang.

Sumber artikel dan Foto: 
Morib, G., Tilker, A., Davranoglou, L.-R., Anasari, S. D., Balázs, A., Barnes, P. A., Foote, M. J., Hamidy, A., Heatubun, C. D., Helgen, K. M., Inayah, N., Ikhwan, M. K., Jayanto, H., Keiluhu, H. J., Kobak, I., Kobak, M., Koungoulos, L., Norotouw, P., O’Connor, S., … Kempton, J. A. (2025). Attenborough’s echidna rediscovered by combining Indigenous knowledge with camera-trapping. npj Biodiversity, 4(19). https://doi.org/10.1038/s44185-025-00086-6

Penulis dan penyunting : Hani