Sulawesi kembali menegaskan dirinya sebagai pulau penuh kejutan. Peneliti berhasil mengidentifikasi spesies tikus hutan yang tak pernah tercatat. Selama puluhan tahun, dua genus tikus hutan yang dikenal sebagai Maxomys dan Crunomys dianggap terpisah. Namun, analisis genetik dan morfologi terkini menunjukkan bahwa keduanya saling terkait lebih erat dari perkiraan, bahkan mengharuskan penggabungan nama mereka di bawah genus Crunomys. Dari studi ini, lahirlah pengenalan resmi atas spesies baru dari Sulawesi, yaitu Crunomys tompotika.
Dugaan Perbedaan Spesies
Sejak awal deskripsinya, posisi taksonomi Crunomys dan Maxomys menimbulkan kebingungan. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan dekat yang membuat Maxomys berpotensi tidak monofiletik. Tantangan ini mendorong para peneliti untuk melakukan analisis yang lebih komprehensif, menggabungkan data DNA mitokondria, elemen ultrakonservatif (UCE), dan kajian morfologi. Tujuannya adalah merevisi klasifikasi genus, memahami sejarah biogeografi, dan mengidentifikasi kemungkinan spesies baru yang belum pernah dideskripsikan.
Spesies baru, Crunomys tompotika, ditemukan di Gunung Tompotika, Kabupaten Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah. Koleksi spesimen dilakukan di hutan dataran rendah hingga ketinggian 760 m, dengan lokasi utama berada di Dusun Trans Tanah Merah, Desa Sampaka . Wilayah ini masih memiliki hutan lindung yang relatif terlindungi dari aktivitas ekstraktif, sehingga menjadi kantong penting bagi keanekaragaman hayati.
Hasil Analisa Menakjubkan
Peneliti mengumpulkan data genetik dari 376 individu mewakili 22 spesies yang sebelumnya dikenal dalam Maxomys dan Crunomys. Analisis filogenetik menggunakan 15 gen mitokondria serta ribuan UCE, dilengkapi dengan pengukuran morfologi kranial dan tubuh pada spesimen Sulawesi. Hipotesis utama penelitian ini adalah bahwa Maxomys sesungguhnya bagian dari Crunomys, dan bahwa beberapa garis keturunan unik, termasuk yang ditemukan di Sulawesi, merepresentasikan spesies baru.
Analisis menunjukkan bahwa Maxomys memang paraphiletik; seluruh spesiesnya kini resmi dipindahkan ke dalam genus Crunomys, yang lebih tua secara nomenklatural . Dari kajian morfologi, Crunomys tompotika dibedakan dengan tubuh ramping berukuran sedang (164–194 mm panjang tubuh, bobot 150–186 g), telinga relatif panjang (27–31 mm), kaki belakang sempit (±28% dari panjang tubuh), serta bulu halus dan rapat berwarna cokelat terang di bagian atas dan krem kekuningan di bagian bawah, dengan batas warna yang tegas .
Ciri dentisi juga memperkuat identifikasi: gigi seri berwarna oranye tua di bagian atas dan lebih pucat di bagian bawah, serta pola gigi geraham sederhana tanpa aksesori cusp yang menandai perbedaan dari kerabat dekatnya seperti C. hellwaldii dan C. dollmani . Secara genetik, spesies ini berkerabat dekat dengan C. wattsi dan membentuk klade tersendiri dalam “Hellwaldii Group”.
Penemuan ini juga memperlihatkan betapa Sulawesi merupakan pusat radiasi evolusi tikus hutan, di mana garis keturunan berbeda muncul dalam waktu geologi yang relatif singkat. Fakta bahwa masih ada garis keturunan lain yang belum terdeskripsikan (misalnya dari Gunung Mekongga dan Pulau Mindoro) mengisyaratkan potensi ditemukannya spesies tambahan di masa depan.
Penelitian ini tidak hanya menegaskan perlunya revisi besar dalam klasifikasi Muridae Asia Tenggara, tetapi juga menyoroti Sulawesi sebagai laboratorium alam evolusi yang dinamis. Penemuan Crunomys tompotika memperkaya daftar mamalia endemik Sulawesi, sekaligus menegaskan pentingnya eksplorasi lapangan dan konservasi hutan tropis yang menjadi habitat unik bagi spesies-spesies yang baru dikenal sains.
Sumber
Giarla, T. C., Achmadi, A. S., Fabre, P.-H., Handika, H., Chipps, A. S., Swanson, M. T., Nations, J. A., Morni, M. A., William-Dee, J., Inayah, N., Dwijayanti, E., Nurdin, M. R. T. J. P., Griffin, K. E., Khan, F. A. A., Heaney, L. R., Rowe, K. C., & Esselstyn, J. A. (2025). Systematics and historical biogeography of Crunomys and Maxomys (Muridae: Murinae), with the description of a new species from Sulawesi and new genus-level classification. Journal of Mammalogy, 106(4), 832–858. https://doi.org/10.1093/jmammal/gyaf006
Dirangkum oleh : Hania C.