Nuri Bayan (Eclectus roratus) merupakan salah satu spesies burung paruh bengkok (psittacine) yang memiliki keunikan mencolok baik dari segi morfologi maupun perilaku. Persebaran Nuri Bayan sangat luas, mulai dari Maluku, Nusa Tenggara, Tanimbar, Kepulauan Aru dan Kei, Papua, York Peninsula, Kepulauan Admiralty, Solomon, hingga ke Kepulauan Palau.
Nama Eclectus sendiri diambil dari istilah “eclectic” yang artinya beragam, menggambarkan perbedaan warna bulu yang mencolok antara jantan dan betina atau dikenal dengan istilah sex-dimorfisme. Bahkan, selama bertahun-tahun, para ilmuwan mengira bahwa burung jantan dan betina ini adalah dua spesies yang berbeda. Fenomena ini tergolong langka di antara burung paruh bengkok dan menjadi objek kajian dalam berbagai penelitian etologi dan evolusi.
Morfologi yang Menawan
Nuri Bayan merupakan burung berukuran sedang dengan panjang tubuh sekitar 30–43 cm, berpostur pendek dan gemuk dengan ekor pendek dan sayap berbentuk bulat lebar saat terbang. Tubuhnya kekar dengan paruh besar melengkung khas burung psittacine. Burung Nuri Bayan dapat memanjat menggunakan bantuan paruh dan kakinya.
Susunan kaki zygodactyl, yaitu kaki dengan dua jari mengarah ke depan dan dua ke belakang, memudahkan Nuri Bayan untuk mahir memanjat dan mencengkram makanan. Lidah Nuri Bayan berukuran besar dan tebal dengan ujung menyerupai bentuk sendok, sebagai bentuk penyesuaian terhadap kebiasaan makan dan minumnya. Hal ini memudahkan Nuri Bayan untuk menyendok air dan menelannya Sedangkan struktur lidah yang tebal berfungsi untuk mencengkeram makanan dengan baik.
Perbedaan paling mencolok antara jantan dan betina terletak pada warna bulu dan paruh. Jantan memiliki bulu dominan hijau zamrud yang menutupi sebagian besar tubuhnya, dengan aksen merah cerah pada sisi bawah sayap dan perut, serta warna biru pada ujung sayap.Kombinasi warna ini berfungsi sebagai kamuflase di tengah tajuk hutan hujan tropis tempat mereka mencari makan. Sedangkan pada betina, bulunya berwarna merah menyala di kepala, punggung, dan dada, dengan warna biru atau ungu di bagian bawah tubuh dan penutup sayap bawah. Paruh berwarna hitam pekat, dan matanya cenderung lebih gelap dibanding jantan. Pola warna ini membuat betina lebih mencolok secara visual, yang dalam konteks ekologis berfungsi sebagai penanda teritorial sarang.
Perilaku Sosial dan Perkembangbiakan
Nuri Bayan biasanya ditemukan hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil di kawasan hutan, khususnya di pucuk-pucuk pohon tinggi. Mereka sangat teritorial, terutama pada musim kawin. Namun, di luar musim berkembang biak, burung ini dapat menunjukkan perilaku sosial yang ramah terhadap sesama, termasuk bermain dan berbagi makanan.
Beberapa jenis burung paruh bengkok dikenal setia pada satu pasangan seumur hidupnya, atau dikenal sebagai monogami. Namun, Nuri Bayan betina justru cenderung menunjukkan perilaku poliandri, yaitu memiliki lebih dari satu pasangan jantan. Perilaku ini dipicu oleh kelangkaan lubang sarang, memaksa beberapa pejantan untuk berbagi satu betina. Ikatan antara sepasang burung ini cukup kuat, mereka menunjukkan perhatian satu sama lain melalui perilaku seperti saling merapikan bulu (allopreening), saling memberi makan (allofeeding), dan tetap berada dalam jarak dekat.
Musim kawin biasanya terjadi selama musim hujan ketika makanan melimpah. Betina akan memilih lubang di pohon yang tinggi sebagai tempat bertelur, dan akan sangat teritorial terhadap sarangnya. Setelah menemukan sarang yang cocok, betina bisa menetap di sana selama berbulan-bulan. Betina akan mengerami telur (biasanya 2–3 butir), sementara jantan bertanggung jawab penuh untuk mencari makanan dan memberikannya kepada betina dan anak-anak mereka. Betina bertelur rata‑rata dua butir per masa bertelur dan mengeraminya selama sekitar 26–30 hari.
Fakta Unik Nuri Bayan yang Jarang Diketahui
Nuri Bayan memiliki berbagai keunikan perilaku terutama dalam interaksi sosial dan cara bereproduksinya, berikut beberapa keunikan Nuri Bayan:
Penjagaan Sarang yang Ketat oleh Betina
Penelitian selama empat tahun di Iron Range, Cape York (Australia) menemukan bahwa Nuri Bayan dapat menjaga lubang sarangnya hingga 9 bulan dalam setahun, dan sering kali jauh sebelum musim bertelur tiba. Mereka hampir tidak pernah meninggalkan sarang, dan sepenuhnya bergantung pada jantan untuk memperoleh makanan baik untuk dirinya sendiri maupun calon anak-anaknya
Cooperative Poliandry
Menghadapi kelangkaan lubang sarang di hutan, betina seringkali menerima beberapa jantan sebagai pemberi makan dan kawin. Studi lapangan mencatat hingga lima jantan bekerja sama memberi makan satu betina tanpa persaingan langsung. Fenomena ini dikenal sebagai cooperative polyandry, dan burung ini menjadi satu-satunya spesies paruh bengkok yang diketahui menerapkannya secara alami.
Keberhasilan Reproduksi yang Rendah
Meskipun usaha betina untuk menjaga sarang begitu besar, hanya sekitar 18% telur dan 27% sarang yang berhasil menghasilkan anak yang bisa terbang (fledgling). Berdasarkan hasil studi Robert Heinson dan Sarah Legge (2006), 39 % betina tidak pernah berhasil berkembang biak, dan hanya 29 % yang menghasilkan lebih dari satu keturunan per-tahun. Tingginya persaingan antar betina, predator, serta risiko genangan air di sarang menjadi penyebab utama rendahnya keberhasilan ini.
Status konservasi dan Perlindungan Populasi
BirdLife International menetapkan Nuri Bayan berstatus Least Concern (berisiko rendah), namun pada kenyataanya di alam populasi burung nuri bayan semakin berkurang. Langkanya burung paruh bengkok di alam dapat disebabkan oleh kerusakan habitat, perburuan, perdagangan, habitat yang sempit disertai populasi yang rendah, dan sebab lain yang tidak diketahui. Keindahan bulu dan suaranya menyebabkan burung ini banyak diminati. Pemerintah telah melakukan upaya perlindungannya melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/Menlhk/Setjen/ Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/ Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Referensi:
- Prijono, S.N., Masyud, B., Rachmatika, R., & Suparno. (2020). Burung Bayan (Eclectus roratus): Bioekologi, Pakan, Reproduksi dan Pelestariannya. Bogor: IPB Press.
- Takandjandji, M., Kayat, K., & Njurumana, G.N.D. (2010). Perilaku Burung Bayan Sumba (Eclectus roratus cornelia Bonaparte) di Penangkaran Hambala, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 7(4), 357-369.
- Van Balen, B., Kilmaskossu, A., & Puradyatmika, P. (2015). A Guide to The Birds of The Mimika Region – Papua, Indonesia. Papua: PT Freeport Indonesia.
- BirdLife Internasional. (2019). Daftar Merah Spesies Terancam IUCN 2019. Media Chloropsis.
- Heinsohn, R. & Legge, S. (2006). Breeding biology of the reverse-dichromatic, co-operative parrot Eclectus roratus. Journal of Zoology, 259(2): 197-208).
- Handayani, S. R., Raxchmatika, R., Prijono, S. N., Rohmah, Z., Suparno., & Sofyani, U. (2021). Perlaku Nuri Bayan (Eclectus roratus) terhadap Perubahan Komposisi Koloni dengan Usia yang Berbeda. Zoo Indonesia, 30(1): 44-57.
Penulis: Indi Pitria
Penyunting: Hani
Sumber foto: ROMAN ODINTSOV: https://www.pexels.com/photo/parrots-on-a-branch-12715220/