Loreng Kecil, Kekuatan Besar: Mengenal Harimau Sumatera Endemis Nusantara

Loreng Kecil, Kekuatan Besar: Mengenal Harimau Sumatera Endemis Nusantara

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan harimau endemis Indonesia dan merupakan satu dari enam subspesies yang masih bertahan hidup hingga sekarang. Harimau ini tergolong sebagai satwa kritis yang terancam punah. Harimau Sumatera tersebar di Pulau Sumatera, Indonesia dan mendiami hutan mulai dari hutan dataran rendah, lahan gambut, hingga hutan hujan pegunungan. Harimau Sumatera lebih menyukai lintasan yang bersih, ia akan menghindari semak-semak kecuali saat mengejar mangsa. Ukuran badannya juga memudahkan Harimau Sumatera dalam menjelajahi rimba.

Morfologi Tubuh yang Menakjubkan

Harimau Sumatera memiliki tubuh yang relatif kecil jika dibandingkan dengan harimau dari subspesies lain yang masih ada saat ini. Harimau sumatera jantan dewasa memiliki panjang rata-rata sekitar 250 cm mulai dari kepala hingga kaki dengan berat 140 kg dan tinggi mencapai 60 cm. Betinanya memiliki panjang rata-rata sekitar 198 cm dengan berat sekitar 91 kg.

Warna Harimau Sumatera lebih gelap dibandingkan harimau lain, mulai dari kuning kemerahan hingga oranye tua dengan garis-garis hitam vertikal di seluruh tubuh. Pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat dan juga berhimpitan. Belang harimau sumatra tergolong lebih tipis dibandingkan dengan subspesies harimau lain. Terdapat juga sepasang garis hitam pada wajahnya mulai dari mata hingga dagu yang diapit oleh dua garis putih. Subspesies ini juga memiliki lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama pada harimau jantan.

Cakar harimau sumatera terkenal akan kekuatannya, yang dipercaya dapat menghancurkan tengkorak beruang sekalipun. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Biasanya, Harimau Sumatera akan menyudutkan mangsanya ke air, terutama jika binatang tersebut lambat dalam berenang.

Populasi yang Terus Menurun

Harimau Sumatera mengalami ancaman kehilangan habitat karena terjadi ancaman pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan komersial, yang juga dilengkapi oleh perambahan aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan pada daerah sebarannya. Perluasan perkebunan sawit menjadi penyebab utama dari merosotnya luasan habitat Harimau Sumatera yang mencapai 20% sepanjang tahun 2000 dan 2012. Hal ini menyebabkan Harimau Sumatera sering kali terpaksa memasuki wilayah yang dekat dengan manusia hingga harimau dibunuh atau ditangkap.

Selain itu, perdagangan bagian tubuh harimau juga menjadi salah satu penyebab turunnya angka populasi Harimau Sumatera. Bagian tubuh harimau yang diperdagangkan meliputi kulit, kumis, cakar, ataupun opsetan utuh.  Harga bagian tubuh harimau yang dijual bervariasi, mulai dari awetan utuh seharga Rp. 5 juta per lembar sampai dengan 25 juta per lembar, dan taring harimau yang ditawarkan seharga Rp. 400.000 hingga Rp. 1,1 juta.

Berbagai upaya konservasi telah dilakukan untuk menjaga Harimau Sumatera dari ancaman kepunahan melalui berbagai strategi dan kolaborasi pemerintah, LSM, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Penegakan hukum dan perlindungan habitat telah diperkuat untuk penanggulangan konflik dan penindakan terhadap perdagangan ilegal harimau.

Kebijakan penghentian konversi hutan primer dan hutan gambut juga dilakukan melalui kebijakan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Tidak hanya itu, dilakukan pula aksi konservasi lainnya seperti pusat penangkaran, rehabilitasi, serta monitoring populasi dan habitat secara berkala. Diharapkan, berbagai kebijakan dan upaya ini dapat mendukung tetap terjaganya satwa endemis Indonesia, Harimau Sumatera.

Penulis: Agahari Lindi
Penyunting: Hania Chusni
Gambar: Animalium
Referensi: