Burung puyuh-gonggong jawa, atau Arborophila javanica, adalah salah satu burung endemik Pulau Jawa yang memiliki pesona tersendiri. Pertama kali diperkenalkan kepada dunia sains pada tahun 1789 oleh Johann Friedrich Gmelin, puyuh-gonggong jawa termasuk keluarga Phasianidae, berkerabat dekat dengan ayam hutan, sempidan, dan merak.
Ciri Khas Morfologi
Puyuh-gonggong jawa berukuran kecil, panjang tubuhnya berkisar antara 15 hingga 20 cm, dengan tubuh bulat dan gemuk yang memudahkan mereka bersembunyi di semak belukar. Warna bulu umumnya cokelat keabu-abuan yang dihiasi bintik atau garis halus berwarna hitam, putih, atau krem. Corak ini menjadi kamuflase alami untuk menghindari predator.
Paruhnya pendek dan kokoh, sangat cocok untuk mematuk biji-bijian atau serangga kecil. Mata burung ini besar dan bulat, menyesuaikan dengan aktivitasnya yang sering dilakukan saat fajar atau senja. Kakinya pendek dan kuat, dengan tiga jari menghadap ke depan dan satu ke belakang, membantu mereka berlari cepat di permukaan tanah.
Sayapnya pendek dan membulat, menandakan kemampuan terbangnya terbatas. Biasanya, puyuh-gonggong hanya terbang rendah dan jarak pendek jika merasa terancam.
Kebiasaan Sosial dan Perkembangbiakan
Salah satu hal menarik dari puyuh-gonggong Jawa adalah suaranya yang khas, menyerupai “gonggongan” aneh. Suara ini digunakan untuk menandai wilayah kekuasaan atau menarik perhatian betina.
Dalam hal perkembangbiakan, sarang puyuh-gonggong jawa dibangun di antara kaki-kaki pohon besar. Mereka menggunakan seresah daun sebagai bantalan sarang dan menutupi tubuh indukan sepenuhnya saat mengerami telur, menyisakan hanya bagian kepala yang tampak. Cara ini memberikan perlindungan tambahan dari predator maupun cuaca.
Fakta Unik
Nama ilmiah Arborophila berasal dari kata Latin “arbor, arboris” yang berarti pohon, dan “philos” yang berarti penyuka. Sementara “javanica” menegaskan bahwa burung ini adalah penghuni Pulau Jawa. Nama ini menggambarkan kecintaan mereka terhadap lingkungan hutan yang rindang.
Status Konservasi
Meskipun hanya ditemukan di Pulau Jawa, puyuh-gonggong jawa masih memiliki status konservasi Least Concern (LC) menurut IUCN Red List. Mereka biasa ditemukan di hutan pada ketinggian antara 300 hingga 3.000 meter di atas permukaan laut, dengan populasi terbanyak di rentang 600 hingga 2.500 mdpl.
Penulis: Shintya
Penyunting: Hani
Foto: Diwi Nadi (Puyuh Gonggong Jawa di Animalium BRIN, Cibinong)