Adaptasi Fantastis Predator Endemik Papua

Adaptasi Fantastis Predator Endemik Papua

Papua Nugini dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Dengan hutan alami yang masih mencapai lebih dari 90% dan statusnya sebagai “wilderness” yang relatif kurang tersentuh, pulau ini menyimpan banyak misteri kehidupan satwa liar. Di antara satwa yang menjadi ikon ekosistem tersebut adalah Biawak Papua (Varanus salvadorii), salah satu kadal terbesar dan predator puncak di wilayah ini.

Sebelum penelitian ini, biawak papua diketahui hidup di habitat dataran rendah dan hutan pesisir, dengan catatan ketinggian maksimum sekitar 600 meter. Namun, hutan lebat di pegunungan Torricelli yang terletak di provinsi Sandaun menyimpan fakta baru.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Borja Reh dan Jim Thomas menggunakan teknologi kamera jebak (camera trap) sebagai alat utama dalam mendeteksi keberadaan satwa di area yang sulit diakses. Tim Tenkile Conservation Alliance (TCA) telah mendirikan 140 situs monitor GPS dengan ketinggian antara 700 hingga 1.600 meter di kawasan Hutan Montane Utara Papua Nugini.

Kamera Reconyx model 650 dan 850 dipasang 30 cm di atas permukaan tanah dengan pengaturan untuk mengambil tiga foto berurutan saat terdeteksi adanya gerakan. Penelitian ini juga melibatkan 12 personel di setiap lokasi, diantaranya petugas riset dan anggota masyarakat setempat yang turut membantu pengaturan kamera serta pengumpulan data suhu, waktu, dan kondisi bulan saat foto diambil.

Temuan Utama

Penelitian ini mengungkapkan dua rekaman penting:

Rekaman 2012:
Satu individu Varanus salvadorii (diperkirakan dewasa) tertangkap pada pukul 10.32 di situs “Waliapilk” dengan ketinggian 1.522 meter dan suhu udara 18°C.

Rekaman 2015:
Temuan kedua muncul di situs “Birr”, dengan individu yang juga diperkirakan dewasa, tertangkap pada pukul 11.14, di ketinggian 1.200 meter dan suhu 20°C.

Kedua hasil foto tersebut menandai perpanjangan distribusi elevasi spesies, karena sebelumnya diketahui hanya terdapat di daerah rendah hingga sekitar 600 meter. Penemuan ini juga memperkenalkan ekoregion baru, yakni Hutan Montane Utara Papua Nugini, yang memiliki suhu dan kondisi iklim lebih sejuk dibandingkan habitat aslinya.

Diskusi dan Implikasi Konservasi

Perluasan Habitat:
Data ini menantang asumsi lama bahwa biawak papua hanya terbatas di habitat dataran rendah. Temuan pada ketinggian yang lebih tinggi menunjukkan bahwa satwa ini memiliki toleransi terhadap suhu yang lebih sejuk dan kondisi lingkungan yang berbeda.

Meskipun di penangkaran kadal ini biasanya menunjukkan penurunan aktivitas di bawah 24°C, foto-foto dari lokasi pegunungan menunjukkan bahwa individu aktif meskipun berada di kondisi 18–20°C. Penyesuaian perilaku seperti berjemur atau berjalan di permukaan tanah mungkin menjadi kunci dalam menjaga suhu tubuh optimal.

Ancaman terhadap Habitat:
Selain memberi pencerahan tentang distribusi dan perilaku spesies, penelitian ini juga membuka mata akan ancaman terhadap habitat asli biawak papua. Papua Nugini kini menghadapi tingkat deforestasi yang tinggi akibat aktivitas industri, khususnya penebangan hutan secara intensif. Dengan terjadinya pembangunan jalan dan konversi lahan, habitat yang tersisa bagi spesies-spesies endemik semakin terfragmentasi. Oleh karena itu, penemuan rekaman di kawasan pegunungan ini sangat penting untuk mendasari upaya konservasi lebih lanjut.

Manfaat Metode Camera Trap:
Penggunaan camera trap terbukti sangat efektif dalam mengungkap keberadaan satwa yang sulit didokumentasikan. Meskipun demikian, keterbatasan jumlah foto biawak papua menunjukkan perlunya penyesuaian metode, seperti penggunaan umpan berbasis daging atau penempatan kamera di posisi yang lebih tinggi untuk menangkap satwa arboreal secara lebih optimal.

Kesimpulan

Penelitian oleh Reh dan Thomas membuka babak baru dalam pemahaman tentang biawak papua. Rekaman yang menunjukkan keberadaan satwa ini pada ketinggian 1.200–1.522 meter mengindikasikan bahwa distribusi habitat dan toleransi suhu dari spesies ini lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Data ini tidak hanya penting sebagai informasi dasar biologi, tetapi juga sebagai alat penting untuk mengarahkan upaya konservasi di wilayah Papua Nugini yang kini semakin terancam oleh aktivitas manusia. Studi lapangan lebih mendalam dan modifikasi metode pengambilan gambar diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai distribusi, perilaku, dan peran ekologi dari spesies ini.

Artikel terkait:

Reh, B & Thomas, J. (2022). Range extension and new ecoregion records of the Crocodile Monitor Varanus salvadorii (Peters & Doria, 1878) (Reptlia: Varanidae) in Papua New Guinea. Journal of Threatened Taxa, 14(7): 21402-21403.

Dirangkum oleh: Indi Pitria
Disunting oleh: Hani
Foto: Ady K.