Menyibak Kehidupan Primata Endemik Berbisa dari Jawa

Menyibak Kehidupan Primata Endemik Berbisa dari Jawa

Kukang jawa (Nycticebus javanicus) merupakan hewan endemik dari Indonesia yang dapat ditemukan di hutan bagian barat dan tengah Pulau Jawa.

Berbeda dengan kukang yang berasal dari wilayah Kalimantan dan Sumatera, kukang jawa memiliki ukuran yang lebih besar (900 gram) dengan pola berlian yang unik di dahinya. Rambut kukang jawa berwarna coklat kekuningan dengan punuk lebih terang dibandingkan spesies kukang lainnya.

Kebiasaan dan Fakta Unik

Kukang jawa menghabiskan sebagian besar waktunya di pohon (arboreal) dan terkenal dengan gerakannya yang lambat. Gerakannya yang lambat ini disebabkan oleh kebiasaan mereka memakan serangga atau tumbuhan beracun, sehingga kukang jawa perlu bergerak perlahan untuk mendetoksifikasi atau menetralkan zat makanan tersebut di dalam tubuh.

Kukang jawa merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari. Selama masa istirahatnya, kukang jawa akan menggulungkan badannya seperti bola. Hal ini ditujukan sebagai mekanisme pertahanan diri. Kukang jawa akan menekuk kepala mereka dan menyembunyikannya di antara lutut, membuat bagian vitalnya tersebut aman dari serangan predator. Posisi ini juga memberikan kenyamanan dan kehangatan untuk kukang jawa.

Mekanisme pertahanan diri lain yang dimiliki oleh kukang jawa adalah cairan berbisa yang berada di ketiaknya. Jika merasa terancam, kukang jawa akan mengoleskan cairan yang berasal dari brachial gland tersebut ke taringnya.

Apabila terkena gigitan kukang, manusia dapat mengalami gejala seperti pembengkakan pada luka gigitan, syok anafilaksis, penurunan tekanan darah, hingga pingsan. Reaksi yang muncul akan berbeda-beda tergantung pada kondisi tubuh orang yang tergigit. Kukang jawa menjadi satu-satunya primata yang mempunyai mekanisme pertahanan berupa bisa.

Status Konservasi

Sayangnya, kukang jawa saat ini telah dikategorikan sebagai spesies kritis (Critically Endangered) dalam status IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan masuk ke daftar hewan dilindungi di Indonesia karena jumlahnya yang semakin lama semakin berkurang.

Populasinya terus mengalami penurunan drastis akibat berbagai ancaman serius, seperti perburuan liar yang dilakukan untuk diperdagangkan secara ilegal, baik sebagai hewan peliharaan maupun untuk keperluan medis tradisional. Selain itu, kerusakan dan kehilangan habitat alami mereka, terutama di kawasan hutan tropis yang terus tergerus oleh alih fungsi lahan untuk perkebunan, pemukiman, dan aktivitas lainnya, turut memperparah situasi.

Oleh karena itu, upaya konservasi yang lebih serius dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, serta organisasi lingkungan sangat diperlukan untuk mencegah kepunahan spesies ini di masa mendatang.

Penulis: Agahari Lindi
Editor: Hania Chusni
Foto: Diwi Nadi

Referensi: