Tapir Asia (Tapir Asiaus indicus) alias Cipan tergolong mamalia eksotis. Tubuhnya sangatlah unik, karena memiliki moncong seperti belalai gajah tetapi secara kasat mata terlihat seperti babi.
Warna tubuhnya tergolong unik. Hitam pada bagian kepala hingga leher dan kaki depannya. Sedangkan bagian perut dan punggungnya berwarna putih. Kemudian bagian bokong dan kaki belakangnya berwarna hitam.
Morfologi dan Perilaku
Satwa yang hidup di dataran rendah ini memiliki ciri khas pada hidung dan bibir atasnya yang memanjang seperti belalai pada gajah. Keduanya memiliki yang fungsi sama yakni untuk mengambil makanan dengan memetik, mencabut pucuk dan mematahkan rating muda.
Menurut pengamatan Husnul Fikri, Mahasiswa Magister Universitas Andalas, Tapir Asia sangatlah unik.
Banyak awam yang mengira anak dari Cipan adalah anak babi, karena morfologinya mirip. Anakan Cipan memiliki corak bergaris dan berbintik, seiring pertumbuhannya, corak tersebut memudar. Coraknya bermanfaat untuk penyamaran dari mangsanya.
Dilihat dari makanan kesukaannya, Cipan menempati tingkat trofik kedua yaitu konsumen primer. Habitat aslinya juga merupakan habitat asli dari Harimau Sumatera (Pantehra tigris sumatrae).
Tetapi peneliti menyebut Harimau Sumatera tidak memangsa Cipan karena rasa dagingnya tidak legit seperti herbivora lainnya. Sampai saat ini masih sedikit penelitian tentang predator dari Cipan.
Persebaran dan Reproduksi
Wilayah selatan Danau Toba hingga Lampung menjadi daerah persebaran Cipan di Indonesia. Di ketinggian 2000 mdpl seringkali masih ditemui jejak-jejak Cipan. Tak hanya di ketinggian, Cipan juga menyukai lahan basah, hutan dan lahan berlumur di dataran rendah.
Masa kawin Tapir Asia biasanya terjadi bulan April-Juni. Masa reproduksinya sekitar 400 hari. Anakan Cipan bobot lahirnya paling besar dibandingkan jenis-jenis tapir lainnya, mencapai 6,8 kg.
Betina dewasa Tapir Asia rata-rata melahirkan satu anak setiap dua tahun, sehingga induk dapat fokus terhadap anaknya yang sedang menyapih. Anak Cipan ini menyusu selama 30 bulan, setelah memasuki usia tiga tahun Cipan sudah dianggap dewasa dan bisa mandiri.
Rentang usia hidup Tapir Asia di habitat alaminya bisa mencapai 30 tahun. Seiring masa hidupnya yang lama, Cipan memberikan kontribusi yang baik selama hidupnya.
Namun memang Tapir Asia tidak berkelompok, melainkan soliter seperti pada mamalia besar pada umumnya selain gajah. Mereka menandai areanya (teritori) sebagai daerah kekuasaannya dengan membuang air seninya pada tumbuhan atau jalur yang dilewatinya.
Ancaman dan Perlindungan
Kini mamalia eksotis ini, masuk dalam daftar merah International Union of Conservation of Nature (IUCN). Kategorinya terancam dengan populasi yang terus menurun. Sehingga ada kemungkinan status konservasinya naik sampai kategori terancam punah bahkan punah.
Perburuan liar bukan menjadi ancaman utama Cipan. Penurunan luas habitat asli, dan perkawinan sedarah juga turut menjadi ancaman bagi Cipan.
Meski bukan menjadi sasaran utama para pemburu di hutan, tetapi sering kali Cipan masuk dalam jerat yang pemburu pasang untuk memburu Babi celeng (Sus scrofa). Tetapi tidak jarang juga pemburu membiarkan Cipan mati terkena jeratnya lalu mereka buang begitu saja, karena bukan sasaran utamanya.
Permukiman dan perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu faktor pemicu penurunan luas wilayah teritori Tapir Asia. Dari beberapa penelitian penurunan luasan wilayah teritori berbanding lurus dengan tren penurunan populasi Tapir asia.
Isolasi wilayah yang menjadikan pergerakan Cipan semakin sempit, mengakibatkan fatalnya perilaku perkawinan sedarah. Hal ini juga terjadi di beberapa negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand, Myanmar dan Malaysia.
Penulis :A. Zenobia Anwar
Editor : Ari Rikin