Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) terkenal dengan kicauannya yang begitu merdu. Tak heran burung dari ordo Passeriformes ini memiliki banyak penggemar. Karena keindahan kicaunya ini, Jalak Bali kerap diburu dan rawan penangkapan ilegal menjadi hewan peliharaan. Penangkapan tersebut menjadi salah satu penyebab kepunahan burung ini.
Burung asal Pulau Dewata ini memiliki otot yang rumit untuk mengatur organ suaranya. Oleh sebab itu, ia mampu menghasilkan berbagai jenis vokalisasi kompleks yang sangat merdu. Vokalisasinya berfungsi menarik perhatian pasangannya untuk berkembangbiak.
Ancaman dan Perlindungan
Satwa eksotik dari Pulau Dewata ini sering jadi incaran para penggiat kicau mania ataupun pemburu satwa liar. Mereka bisa menjual burung ini dengan harga yang fantastis.
Di alam, populasi burung ini sangat terancam kepunahannya. Habitatnya juga sudah mulai terfragmentasi oleh permukiman padat penduduk ataupun menjadi jalur lalu lalang masyarakat.
Untuk itulah, perlindungan Jalak Bali harus semakin kuat untuk menghambat laju kepunahannya di habitat aslinya.
Pemerintah Indonesia sudah melindungi Jalak Bali sejak tahun 1970 melalui keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970.
Perlindungan hukum lainnya yang dapat memperlambat laju kepunahan Jalak Bali yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Selain peraturan tingkat nasional, Adat setempat di Bali menetapkan Jalak Bali lewat aturan adat (Awig-awig). Sebab tahun 1970 yang menjadi tahun suram bagi Jalak Bali.
Pada peraturan tersebut terdapat larangan perdagangan satwa terkecuali hasil dari penangkaran generasi ketiga bukan berasal dari indukan liar.
Hal tersebut Pemerintah Indonesia lakukan untuk menekan laju kepunahan Jalak Bali. Saat ini Jalak Bali menghadapi berbagai ancaman yang dapat menurunkan populasinya.
Tidak hanya peraturan nasional, Jalak Bali juga the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) lindungi. Burung ini masuk kategori Appendiks I yang artinya tidak boleh diperjualbelikan dalam keadaan hidup ataupun mati.
Selanjutnya International Union for Conservation of Nature (IUCN) juga memasukkan Jalak Bali dalam daftar merahnya dengan kategori kritis (criticaly endangered).
Morfologi dan Perilaku
Burung yang memiliki corak biru di lingkaran matanya ini memiliki ukuran yang agak besar. Panjang tubuhnya dari kepala hingga ke ekor sekitar 21-25 cm dengan berat hanya sekitar 107 gram.
Mata Jalak Bali berwarna cokelat tua dengan sekitar kelopak mata tidak berbulu dan berwarna biru tua. Kepalanya memiliki jambul berwarna putih, biasanya Jalak Bali jantan memiliki jambul yang lebih panjang.
Seperti pada umumnya burung pemakan serangga memiliki bentuk paruh yang runcing dengan panjang 2 cm. Bentuk paruhnya yang pipih tegak ini merupakan evolusi adaptasi dari perilaku makannya.
Dalam hal reproduksi, Jalak Bali setia dengan satu pasangan (monogami). Musim kawin Jalak Bali umumnya ketika musim hujan. Jalak Bali jantan akan menarik perhatian betina dengan menganggukkan kepala sembari berkicau.
Setelah itu si jantan akan menghampiri betina dan jambul di atas kepalanya akan mekar. Bila si betina juga tertarik maka akan mengangguk dengan posisi berhadapan.
Dalam satu kali konsumsi, Jalak Bali sanggup memakan serangga, cacing dan jangkrik dengan jumlah yang banyak. Ia juga memanfaatkan tumbuhan sebagai sumber makanannya antara lain juwet, jambu dan pisang.
Habitat dan Persebaran
Burung ini memiliki habitat asli yang terbatas, hanya meliputi daerah Bubunan-Buleleng hingga Gilimanuk sebagai pintu masuk dari Pulau Bali ke Pulau Jawa. Di Bali hanya terdapat di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Ekosistem yang Jalak Bali sukai adalah hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim dataran rendah, hutan rawa dan hutan sabana.
Jalak Bali biasanya suka bermaik-main di semak-semak dan pohon palem di tempat terbuka. Tempat ini berbatasan langsung dengan kawasan hutan yang rimbun dan tertutup.
Penulis : A. Zenobia Anwar
Editor : Ari Rikin
Sumber : Berbagai sumber