Jakarta (Animalium.id) – Sepekan terakhir warga Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat heboh karena teror ular yang masuk ke permukiman mereka.
Senin malam (19/9), warga sekitar Jalan Husni Thamrin, Kecamatan Mamuju di belakang RSUD Mamuju geger dengan penemuan ular piton sepanjang tujuh meter. Ular tersebut memakan anjing warga.
Ular tersebut berhasil warga tangkap dan ambil kulit serta empedunya untuk mereka jual dan jadikan obat. Hal tersebut kemudian viral di media sosial Instagram. Pemadam Kebakaran (Damkar) Mamuju pun langsung mendatangi area untuk memastikan penemuan tersebut.
Warga menyatakan, penemuan ular kali ini sudah yang ketiga kalinya dengan ukuran tubuh yang berbeda-beda. Sejumlah petugas damkar pun melakukan penyisiran semak-semak sekitar pemukiman warga yang diduga menjadi tempat bersarangnya ular piton pada Selasa (20/9).
Kepala Bidang Damkar Mamuju menyatakan, petugasnya berhasil menemukan beberapa jejak ular serta lubang-lubang di tanah yang mereka duga menjadi tempat bersarangnya ular piton.
Tak hanya sampai di situ, Selasa (20/9) malam warga Mamuju kembali geger dengan penemuan ular piton di lingkungan perumahan BTN Masagena, Kecamatan Mamuju, Sulawesi Barat. Ular piton berukuran sekitar tiga meter tersebut, berusaha kabur dari kejaran warga dengan menaiki bebatuan.
Dua hari kemudian, Kamis (22/9) petugas damkar kembali mendapatkan laporan penemuan ular di salah satu sekolah dasar di Mamuju. Ular bergenus Boiga berwarna hitam dengan panjang 1,5 meter tersebut berhasil warga tangkap di dalam kelas sekitar pukul 07.30 WITA.
Petugas damkar menyatakan setiap ular yang berhasil mereka tangkap dalam keadaan hidup langsung mereka serahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Mamuju Habitat Berbagai Jenis Ular
Kepala resor BKSDA Sulawesi Barat, Busman menyatakan, Mamuju merupakan habitat bagi berbagai jenis ular. Menurutnya hal ini karena banyaknya hutan dan rawa di tanah Mamuju.
Menurut berbagai sumber, Kabupaten Mamuju yang terletak di Provinsi Sulawesi Barat memiliki keanekaragaman hayati yang relatif tinggi.
Keanekaragaman hayati tersebut salah satunya ular. Terdapat berbagai jenis ular yang sepanjang hidupnya hampir tidak pernah menyentuh tanah (arboreal). Jenis lainnya hidup melata di atas tanah dengan menyusup di bawah serasah ataupun tumpukan bebatuan (terestrial).
Sementara itu jenis ular yang lainnya hidup akutik dan semi akuatik di sungai, danau, rawa, dan laut. Mehrtens (1987), menyatakan ular menyukai habitat hutan tropis yang lebat rumputnya dan area sekitar sungai hingga danau.
Berkurangnya Habitat Pengaruhi Wilayah Jelajah Satwa
Pakar reptil Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Amir Hamidy mengungkapkan, berkurangnya habitat ular menjadi salah satu penyebab banyaknya ular masuk di area permukiman warga.
Bisa juga di permukiman warga sumber makanan ular melimpah. Di samping itu, kerusakan habitat oleh adanya fragmentasi habitat, hilangnya daya dukung (mangsa), serta pesatnya arus urbanisasi masyarakat menjadikan banyak terjadinya konflik ular dengan manusia.
Oleh sebab itu, ular akan mencari tempat yang aman untuk membuat sarang dan bertelur. Area tersebut bisa saja berdekatan dengan permukiman warga.
Amir menambahkan, awal musim penghujan merupakan waktu yang tepat telur ular menetas. Hal ini merupakan siklus alami yang sangat wajar terjadi. Mengingat bulan-bulan ini merupakan awal musim penghujan.
Oleh sebab itu, untuk menghindari masuknya ular ke permukiman ada beberapa hal yang perlu masyarakat lakukan. Gunakan pembersih lantai yang memiliki bau menyengat, karena ular tidak menyukai bau tajam.
“Selalu menjaga kebersihan pekarangan rumah dan lingkungan sekitar. Jangan meninggalkan tumpukan sampah makanan di rumah yang dapat mengundang tikus (salah satu mangsa ular),” katanya.
Selain itu, jangan menumpuk dedaunan kering atau bebatuan yang dapat menjadi tempat persembunyian ular.
Penulis : Anisa Putri
Editor : Ari Rikin
Sumber : Berbagai sumber